28 September 2009

Download Swish2.00 khusus untuk G.H.P.

Tempat download ini lho Ndik.... Klik aja mulai www, masukkan Kode, klik Download.
http://www.ziddu.com/download/6683669/Swish2.00.rar.html

Kalau Buku Modul, downloadnya di:
http://www.ziddu.com/download/6707436/mengoperasikan_software_2d_animation.pdf.html Selengkapnya...

14 September 2009

Wafatnya Hadrotussyeikh K.H. Ahmad Asrori Al Ishaqi ra.

Innalillahi wa inna laihi rooji'un...
Kullu nafsin dzaa iqotul mauut. ShodaqoLLoohul'adziim.



Sudah lama saya mendengar kabar tentang wafatnya beliau, tapi baru kali ini saya sempat menuliskannya, beberapa hari sy rasakan kesusahan yang mendalam atas kehilangan Beliau. Disini saya curhat aja. Semoga tetap ada manfaatnya.

Inilah tentang pendapat saya :
Beliau adalah seorang kyai besar yang kharismatik dan apolitis, belum ada duanya pada saat sekarang. yang telah mampu membimbing orang-orang yang disatukanNya dan diberi petunjuk ke jalan yang lurus.
Bagi yang belum sama sekali mengenal beliau memang biasa-biasa saja, yang sudah mengenal dan mendengar fatwa-fatwanya, baru Luar Biasa...alhamdulillah.
Anda belum mengenal...? Bapak Presiden saja dan para Pejabat tinggi baik di tingkat pusat sampai daerah telah pernah bertemu langsung dengan beliau. Pada hari wafatnya (tgl 18 Agustus 2009), mulai Bapak Presiden SBY, beberapa Menteri, Gubernur, Pejabat tinggi Jawa Timur khususnya Mengucapkan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya atas berpulangnya Beliau.
Kenapa sedemikian hebat beliau...? karena Beliau sangat santun dan sayang kepada ummat, tanpa membeda-bedakan seseorang, dari Presiden sampai pemulung sekalipun. Beliau tidak mau berpolitik ataupun digandeng ormas manapun. Beliau tetap ditengah2 ummatnya, yang selalu membimbing... Beliau jarang diekspos, Walau Beliau merupakan WaliuLLoh, dan biasanya memang tidak mau dikenal, seperti sifat-sifat WaliuLLoh pada umumnya.
Kalau saudara mendengar ceramahnya, hati serasa sejuk... hilang segala kesusahan dunia akhirat... luas hati kita... hilang keputus-asaan... dst. Kalau saudara ingin melihat VCD atau ceramah beliau, hubungi saja Radio Rasika FM Semarang, karena kru2nya juga jamaahnya. Bisa juga download... sayanya situs Al-Khidmah buatan jamaah Singapura setahu saya telah ditutup dan diganti situs lokal. Pada Situs Al-Khidmah Singapura tersebut banyak ditampilkan Foto2, Audio2 Beliau pada berbagai kegiatan jamaahnya.

beruntunglah bagi saudara2 yang mengenalnya. Sehingga para jamaah Al-Khidmah khususnya dan ummat Islam umumnya, apalagi yang mengenalnya, sangat kehilangan Beliau.

Beliau masih ada garis keturunan dengan Nabi dan Rosul Muhammad saaw. Jamaahnya meliputi pantura kebarat, dari Jawa Timur sampai Jakarta, bahkan ribuan santri dari luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand. Sayang... sebagian besar masyarakat kurang mengenalnya, terutama di Jawa bagian selatan.

Alhamdulillah saya telah menjadikannya guru, walau hanya sekedar Tabarrukan (ngalap barokahnya).

Berikut ulasan lain (dari situs lain), Ketika hari wafatnya Beliau :

dari JawaPost.com
[ Rabu, 19 Agustus 2009 ]

Pengasuh Al-Khidmah Itu Berpulang

MENDUNG duka memayungi Pondok Pesantren (Ponpes) Assalafi Al Fithrah di Kedinding Lor, Surabaya. Sebab, Selasa dini hari (18/8) KH Asrori Al Ishaqi, pengasuh ponpes tersebut, meninggal dunia. Kepergiannya tidak hanya meninggalkan duka bagi keluarga besar pondok di wilayah Kecamatan Kenjeran itu, tapi juga umat Islam dari berbagai pelosok tanah air. Terutama, Jatim.

Kabar meninggalnya Kiai Asrori tersiar begitu cepat. Sejak pagi buta, puluhan ribu jamaah dari berbagai daerah terus mengalir mendatangi rumah duka di kawasan Jalan Tanah Merah VIII, Kedinding Lor. Mereka datang memenuhi masjid dan halaman pondok untuk bertakziah atas wafatnya Kiai Asrori yang meninggal pukul 02.00.

Jamaah tersebut tidak hanya datang dari daerah di Jawa Timur. Banyak pula jamaah yang datang dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan provinsi di luar Jawa. Bahkan, tidak sedikit jamaah yang datang dari Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura. Puluhan ribu jamaah itu larut membaca doa-doa, tahlil, dan surat Yasin. Bahkan, banyak di antara mereka yang tidak kuasa menahan air mata atas kepergian Kiai Asrori.

Sejumlah karangan bunga duka cita juga terlihat berderet di rumah duka. Di antaranya, karangan bunga dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Menteri Agama Maftuh Basyuni, Gubernur Jatim Soekarwo, Kapolda Jatim Irjen Pol Anton Bachrul Alam, Kapolda Sumut Irjen Pol Badrodin Haiti. Karangan bunga juga datang dari jajaran muspida dan pejabat Pemkot Surabaya seperti Kapolwil Kombespol Ronny F. Sompie, Wali Kota Bambang D.H., dan Wawali Arif Afandi.

Jenazah almarhum dimakamkan di kompleks ponpes sekitar pukul 10.30. Almarhum meninggalkan seorang istri bernama Hj Sulistyowati dan lima anak (dua laki-laki dan tiga perempuan). "Beliau adalah guru kami. Santri dan masyarakat sangat merasa kehilangan," kata Wisnu Broto Heri Putranto, direktur pendidikan Ponpes Al-Fithrah.

Dia menceritakan, Kiai Asrori terkenal dengan kasih sayangnya, baik kepada santri maupun jamaah. "Sebelum meninggal, beliau sering keliling kampung untuk ngobrol dengan masyarakat, bertanya tentang keadaan mereka. Karena itu, masyarakat sangat terkesan dengan kasih sayang beliau," tutur Wisnu.

Semasa hidup, kata dia, Kiai Asrori sering berpesan agar menjaga hubungan antarsesama dan selalu melakukan silaturahmi. Dakwah Kiai Asrori juga sangat lembut sehingga diterima masyarakat luas, baik di dalam negeri maupun luar negeri seperti Singapura, Australia, Malaysia, Brunei Darussalaman, Yaman, dan Arab Saudi.

Kiai Asrori meninggal karena sakit komplikasi dan deraan kanker sejak empat tahun lalu. Empat hari sebelum mengembuskan napas terakhir, dia dirawat di RS Darmo selama empat hari. Menurut Wisnu, tidak ada wasiat khusus dari Kiai Asrori. ''Mungkin, hanya keluarga yang tahu. Kalau sepengetahuan saya, tidak ada," jelas Wisnu.

Kepastian usia Kiai Asrori saat meninggal dunia kemarin sejauh ini masih simpang siur. Namun, beberapa kerabat dan keluarga ponpes menyebut bahwa Kiai Asrori lahir pada 17 Agustus 1951. Dengan demikian, kiai itu berpulang di usia 58 tahun.

Menurut Wisnu, Ponpes Assalafi Al Fithrah didirikan sekitar 1988 atau 1989. Luas pondok itu sekitar 2,5 hektare. Di ponpes tersebut, ada 2.000 santri putra-putri. Beberapa bulan lalu, sejumlah santri terserang flu yang diduga virus flu babi. Namun, setelah dirawat, kondisi mereka berangsur pulih.

Selain memimpin Ponpes Al Fithrah, Kiai Asrori merupakan penggagas Al-Khidmah, sebuah jamaah besar yang sebagian anggotanya adalah pengamal Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Jamaah tersebut mendapat perhatian luas karena sifatnya inklusif, tidak memihak salah satu organisasi sosial mana pun.

Meski kerap dihadiri tokoh-tokoh ormas, politik, dan pejabat negara, majelis-majelis yang diselenggarakan Al-Khidmah berlangsung dalam suasana murni keagamaan tanpa muatan-muatan politis. Karena itu, pelan tapi pasti, organisasi tersebut memiliki banyak pengikut. Diperkirakan, jumlah jamaah Al-Khidmah mencapai jutaan orang. Mereka tersebar luas di beberapa provinsi di Indonesia dan mancanegara.

"Kiai Asrori adalah ulama karismatik. Pengabdiannya kepada negara dan Umat muslim tidak diragukan lagi. Tarekat yang beliau pimpin bersifat apolitis. Beliau mengutamakan pembinaan kepada masyarakat lewat jalur kultural, sosial, dan keagamaan," papar Rais Syuriah PW NU Jatim KH Miftakhul Akhyar. (lum/hud)

--------
Kenangan KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi
Pimpin Doa dengan Infus di Tangan


RIBUAN orang menangis histeris. Ini terjadi ketika jenazah Hadratus Syekh KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi dimasukkan ke liang lahat, kemarin. Kiai dengan wajah sejuk itu dikenal sebagai imam dan guru Tarekat Qodiriyah wan Naqsabandiyah Al-Usmaniyah yang sedang digandrungi jamaah. Kehadirannya dalam setiap majelis dzikir selalu diharapkan. Doa yang dipanjatkan selalu ditunggu jutaan jamaah Tarekat di seluruh Indonesia, bahkan sampai Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand.

Kiai Asrori -demikian ia biasa dipanggil--kemarin dini hari menghembuskan nafas terakhir. Penyakit kanker yang menghinggapi tubuhnya sejak tiga tahun lalu menyebabkan ia harus menyerah ke Sang Khalik. Jenazah pimpinan Pondok Pesantren Al Fitrah, Kedinding, Surabaya ini dimakamkan di kompleks pondoknya sekitar pukul 11.00 WIB. Meski sudah sakit lama, namun mening­galkan kiai kharismatis ini tetap saja mengagetkan para santrinya.

Saya mengenal pimpinan tertinggi tarekat ini sudah sejak lama. Bahkan, namanya selalu disebut-sebut ayah saya yang memang juga penganut tarekat ini. Namun, baru mengenal secara pribadi setelah diperkenalkan KH Imam Sughrowadi saat berlangsung manaqib dan zikir kubro di pondok pesantrennya di Blitar, tahun 2005. Setelah itu, beberapa kali saya mengikuti pertemuan khusus dengan para santri setiap habis salat Jumat di kediamannya.

Mengapa para jamaah begitu kehilang­an kiai kharismatis ini? Selain ia adalah imam tertinggi thariqah yang memiliki jamaah terbesar di Indonesia ini, Kiai Asrori juga sangat mencintai jamaahnya. Ini ditunjukkan ketika berlangsung dikir akbar dalam rangka Hari Jadi Kota Surabaya ke 714, tiga tahun lalu. Seperti diketahui, sejak tahun 2006, di Balaikota Surabaya selalu digelar zikir akbar yang dipimpin Kiai Asrori. Ini menjadi tradisi puncak kegiatan hari jadi sejak tahun itu.

Nah, memasuki tahun kedua, Kiai Asrori mulai menderita sakit kanker darah. Beberapa hari menjelang acara berlangsung, ia harus masuk rumah sakit. Maka, zikir akbar di balai kota itu pun terancam berlangsung tanpa keberadaan Kiai Asrori. Sebagai antisipasi, panitia menyiapkan jalur khusus kursi roda menuju panggung utama untuknya. Baru pagi hari menjelang acara berlangsung, didapat kepastian Kiai akan hadir di majelis zikir tersebut.

Seorang santri dekatnya bilang, ketika itu Kiai memutuskan untuk hadir kare­na kasihan sama jamaah. "Mereka itu datang dari berbagai kota ingin melihat wajah saya, ingin mengamini doa saya. Karena itu, meski bagaimana pun saya harus datang agar mereka tidak kecewa,'' katanya seperti ditirukan santri tersebut. Akhirnya, Kiai Asrori hadir di majelis itu dengan memakai kursi roda dan infus di tangan.

Begitu selesai berdoa, kiai pamit pulang. "Mohon maaf, saya sudah tidak kuat. Saya mohon pamit dulu untuk beristirahat,'' katanya dengan berbisik kepada saya. Kehadiran kiai di majelis zikir dalam keadaan sakit itu membuat puluhan ribu jamaah yang hadir menangis. Saat itu, saya melihat Menkominfo Prof Dr Mohammad Nuh yang hadir dan sejumlah habaib serta para santri terdekatnya menyeka air mata. Belakangan, Kiai Asrori juga seirng menghadiri acara zikir meski masih dalam keadaan sakit.

Dalam haul Akbar terakhir di Ponpes Alfitrah Kedinding bulan lalu, Kiai Asrori juga memimpin sendiri doanya. Hanya saja, tabung alat bantu pernafasan selalu tersedia di sampingnya. Tampaknya, haul bulan lalu itu merupakan haul pamitan beliau kepada para jamaahnya. Setelah itu, sakit beliau semakin parah. Beberapa jam menjelang subuh kemarin, kanker darah telah mengantarkan beliau ke peristirahatan terakhirnya dalam usia 52 tahun.

Acara haul tahunan ini dihadiri ratusan ribu jamaah dari berbagai kota dan luar negeri. Para jamaah biasanya ditampung di rumah-rumah di sekitar pondok. Untuk makan para jamaah, juga disiapkan ratusan ribu bungkus nasi. Di antaranya juga merupakan sumbangan para warga di sekitar pondok. Pada haul ter­akhir kemarin, hadir ulama besar dari Makkah, Habib Umar Al-Jaelani.

Dia adalah cucu Syekh Abdul Qadir Jaelani, ulama yang menjadi panutan pa­ra penganut tarekat. Dalam setiap haul, kisah hidup ulama yang dipercaya sebagai wali Allah ini dibacakan. Kisah itu dikenal dengan kitab Manaqib. Manaqib ini dibaca bersamaan dengan salawat dan kisah-kisah Nabi Muhammad.

Kiai Asrori lahir di Surabaya, 17 Agustus 1957. Ini berarti meninggal sehari se­telah ulang tahunnya ke 52 kemarin. Dia adalah putra kiai besar di wilayah Surabaya utara, KH Usman Al-Ishaqi. Ayahnya juga seorang mursyid tarekat. Setelah menikahi Ibu Nyai Muthia Setiyawati, Kiai Asrori dikaruniai tiga orang putra dan dua orang putri. Putra terbesarnya kini masih studi di perguruan tinggi.

Kiai Asrori meninggalkan kita semua dalam usia yang relatif masih muda. Namun, ia telah berhasil menjadi panutan dari jutaan jamaah tarekat di berbagai nusantara dan negara-negara lainnya. Akankah lahir kiai pengganti beliau yang bisa menjadi penutan kita semua?

Sungguh Kiai, kami pasti akan rindu dengan fatwa-fatwa dan wajah sejukmu.

*) Arif Afandi , wakil wali kota Surabaya yang juga santri Al-fitrah Selengkapnya...

30 Maret 2009

Menetralisir Virus Harry Potter dan Recycler dengan Cepat

Virus Indonesia akan segera PUNAH..

Cara tercepat menangani kedua virus tersebut sangat mudah dan cepat jika Anda menggunakan antivirus SmadAV buatan orang Indonesia sendiri.
Untuk men-download antivirus ini, klik link dibawah ini http://smadav.net. Selengkapnya...

21 Desember 2008

Tentang Warok Ponorogo

Tradisi Masyarakat Ponorogo memiliki keunikan tersendiri yang membedakannya dengan masyarakat lain di Jawa. Literatur Jawa mengenal istilah Warok Ponorogo, namun Icon Warok itu sendiri sampai sekarang masih belum bisa didefinisikan secara tegas. Beberapa dugaan misalnya, kata warok disinonimkan dengan kata weruk (Jawa) yang berarti besar sekali, nampak berbeda dengan pengertian wara’ dalam literatur sufi yang berarti menjauhkan diri dari segala sesuatu yang di dalamnya mengandung syubhat.
Kenyataannya, Warok bukan hanya seorang yang berperawakan besar dan gagah perkasa, tapi ia figur ksatria yang berbudi pekerti luhur, memegang norma sosial secara ketat, dan memiliki kelas yang tinggi di kalangan masyarakat Ponorogo. Kehidupan Warok tidak dapat dipisahkan dari kesenian reyog, sebab ia pimpinannya. Ia sangat tinggi kedudukannya, berwibawa, dan dapat mempengaruhi konco reyog baik segi tingkah laku sosial maupun spiritualnya.

Pendahuluan

Dewasa ini umat manusia di seluruh dunia sedang dilanda keguncangan yang luar biasa akibat proses globalisasi yang bersifat mendunia. Akhirnya tak ada masyarakat yang dapat mengasingkan diri dari pengaruh peradaban dan kebudayaan Barat global, betapapun mereka berada di daerah Timur terpencil.

Kebudayaan Barat bukan tipe kebudayaan yang sempurna, walaupun banyak unsur positif yang bermanfaat. Oleh karena itu, para pemikir Timur umumnya bersifat menahan dan mendua dalam menghadapi arus globalisasi kebudayaan Barat. Nilai ilmu dan teknologinya sangat menggiurkan bagi kemajuan alam pikiran Timur. Namun, unsur-unsur negatif yang dibawa oleh Barat jelas akan merasuk juga ke dalam budaya Timur. Untuk mempertahankan jati diri ketimuran ini ada sementara orang yang menyimpulkan bahwa salah satu caranya adalah menggali nilai-nilai budaya tradisional yang mereka pandang luhur untuk dijadikan tiang penyangganya. Munculnya kebatinan atau kejawen dinilai sebagai “suatu respon yang positif” terhadap tantangan kehidupan modern. Namun kelemahan terbesar dari aspek kerohanian Jawa yang tidak berkitab suci ini adalah tidak adanya kesatuan konsep.

Di kalangan muslim Jawa Ponorogo misalnya orang sulit untuk mencari konsep teoritis yang jelas dari ajaran kerohaniannya. Mistisisme yang dianut oleh kalangan Warok ini sebagian masih diwarnai oleh ajaran-ajaran dari luar tradisi Islam, tetapi nuansa islami tetap melekat di dalamnya. Hal ini dapat dimengerti sebagai akibat dari proses islamisasi ajaran Hindu Budha pada saat dilaksanakan Babad Ponorogo pada tahun 1486 M oleh orang-orang Demak utusan Raden Patah.

1. Profil Warok Ponorogo
Masyaraka
Masyarakat Ponorogo tidak berbeda dengan masyarakat di kota lain. Lebih-lebih dengan pesatnya perkembangan kebudayaan serta semakin mudahnya perhubungan antar daerah, maka sudah barang tentu orang sukar untuk membedakan mana penduduk Ponorogo dan mana yang bukan.

Kalau orang mengenal Warok Ponorogo, sebenarnya ia sudah mulai mengenal sebagian ciri khas daerah. Identitas Warok biasanya hanya dikenal pada pakaiannya yang serba hitam saja. Pakaian ini adalah pakaian asli daerah Ponorogo. Sedangkan pengertian Warok itu sendiri sampai sekarang masih belum dikenal dengan pasti. Dalam pengertian sehari-hari, kata warok sinonim dengan kata weruk yang berarti besar sekali, misalnya weduse wis weruk, artinya kambingnya sudah besar sekali, endi warokane?, artinya manakah yang paling besar, paling kuat, dan paling berani?

Bila memperhatikan contoh di atas, maka kata warok atau weruk berarti yang paling besar. Hal ini tampak dalam kalimat endi warokane? Jadi yang paling besarlah yang mendapat sebutan Warok. Kalau ada sekelompok anak atau sekelompok orang dewasa, maka yang diberi sebutan Warokan ialah mana yang paling berani, paling kuat, dan paling besar.

Dalam literatur sufi (mistisisme Islam) dikenal istilah warak (wara’), yaitu menjauhkan diri dari segala sesuatu yang di dalamnya mengandung syubhat, ترك الشبهات, karena dengan mendekati syubhat seseorang akan terjerumus kepada sesuatu yang haram. Wara’ adalah sebuah strata, kelas bagi seorang yang menempuh jalan sufi, atau populer disebut bagian dari maqamat dalam tasawuf. Hal ini, -- sebagaimana yang dikutip oleh Simuh -- dari pendapat Abu Nasr al-Sarraj al-Tusi yang menyebutkan ada tujuh maqam dalam tasawuf, yaitu: التوبة والورع والزهد والفقر والصبر والتوكل والرضا, “taubat, wara’, zuhud, fakir, sabar, tawakkal, dan ridha.

Para sufi membagi warak atas dua bagian. Pertama, warak lahiriah, yakni tidak menggunakan anggota tubuhnya untuk hal-hal yang tidak diridhai Allah. Kedua, warak batiniyah, yaitu tidak menempatkan atau mengisi hatinya kecuali dengan Allah.

Kata Warak tidak terdapat dalam Alquran. Secara harfiah, warak dekat dengan kata wara’ yang artinya menahan diri supaya tidak jatuh kepada kecelakaan. Ringkasnya, wara’ adalah nilai kesucian diri. Orang Islam mengukur keutamaan, makna, atau keabsahan gagasan dan tindakan dari sejauh mana keduanya memproses penyucian dirinya. Berbahagialah orang yang menyucikan dirinya, dan celakalah orang yang mencemari dirinya (Q.S. 91: 9 – 10). Sedangkan salah satu misi Nabi Muhammad Saw. adalah “mensucikan kamu” (Q.S. 2: 151; 62: 2 dan 3: 164).

Dalam terminologi budaya Ponorogo, Warok memiliki arti yang khas. Dalam pengertiannya, Warok dibedakan dari Warokan. Warok ialah seorang pemimpin yang membawahi Warokan. Jadi Warokan berada setingkat di bawah Warok. Warokan terdiri dari pemuda-pemuda jagoan yang pada grup kesenian Reyog ia menjadi pemain ganongan atau yang memainkan barongan. Mereka adalah para pemuda pilihan yang telah membekali diri dengan ilmu. Sedangkan Warok ialah (pinituwa) pemimpin.

Seorang disebut Warok jika ia sudah besar sekali wibawanya dan besar sekali kedudukannya dalam masyarakat. Ia disegani dan dihormati. Gambaran wantah dari seluruh jiwa Warok diwujudkan dalam bentuk yang berperawakan tinggi besar, berkumis, dan berjanggut panjang. Pada pipi dan dada tumbuh bulu-bulu hitam. Ia memakai pakaian yang serba hitam. Menurut kepercayaan setempat, hitam mengandung makna keteguhan. Sedangkan lambang kesucian budi, ilmu, dan tingkah berupa ikat pinggang--koloran, usus-usus (Jawa)--yang berwarna putih, panjang, dengan ujungnya terurai. Dari sini akhirnya, didapat pengertian bahwa manusia itu perlu sekali dikuatkan dengan kesucian budi, ilmu, dan tingkah laku.

Dahulu, Warok pada umumnya menjabat sebagai Demang. Sedangkan dalam kesenian reyog ia sebagai pimpinan, yang sekaligus menjadi pemain barongan. Demikian ini dengan harapan agar jiwa ksatria dan keteguhan hati itu secara tidak langsung dapat menjiwai seluruh konco reyog atau pelaku dalam kesenian reyog.

Orang yang mendapat gelar Warok tidak banyak jumlahnya. Kadang-kadang dalam satu kecamatan hanya terdapat satu orang Warok saja atau bahkan tidak ada. Lain halnya dengan Warokan, mereka banyak dijumpai di mana-mana, sebab mereka masih dalam proses untuk menjadi Warok. Seseorang telah disebut Warok jika telah memiliki watak dan sifat sebagai berikut:

1. Sugih ilmu lan sakti. Ilmu lan kasaktene iku ora kanggo diri pribadi, kanggo mulang marang sapa bae, malah-malah marang lingkungane.

Artinya: kaya akan ilmu dan sakti. Ilmu dan kesaktiannya bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk membantu siapa saja, khususnya bagi lingkungan sekitarnya.

2. Seneng tetulung liyan kanthi, sepi ing pamrih rame ing gawe, yen perlu gelem dadi korban.

Artinya: Suka menolong sesama, tidak suka mengharap tapi banyak berbuat, bahkan jika perlu ia bersedia menjadi korban

3. Ngayomi marang kulowargo, tonggo teparo, lingkungan masyarakat ing desa dan negarane.

Artinya: Melindungi keluarga, tetangga, lingkungan masyarakat desa dan negaranya.

4. Yen ana gawe parigawe, ngenthengake tenagane, ora ngetung marang kesangsarane laku. Yen ora ana gawe cukup ana buri, jeneng tut wuri handayani.

Artinya: Jika orang lain punya kesibukan, ia suka membantu, tanpa memperhitungkan jasa. Tetapi jika tak ada kesibukan ia cukup berada di belakang, tut wuri handayani, memberi dukungan dari belakang.

5. Watake kena diucapake: “Yen lemes kena kangge tali, nanging yen pinuju kaku kena kanggu pikulan”. Tegese watak gelem ngalah, nanging yen ora keno dikalahi malah dadi musuh kang bebayani.

Artinya: Wataknya bisa dikatakan; ketika lunak ia bisa menjadi tali pengikat, tetapi ketika keras dapat menjadi pengungkit. Artinya, ia punya watak mau mengalah, tetapi jika tidak bisa dikalahkan justru menjadi musuh yang berbahaya.

6. Sipat adil, temen, lan jujur. Ora pilih kasih, sing bener tetep diucapake bener, sing slah kudu seleh. Senanjanta marang bocah cilik, yen salah ya ngakoni kesalahane, kanti ucap temen lan jujur.

Artinya: Bersifat adil, amanah, dan jujur. Tidak pandang bulu, yang benar dikatakan benar dan jika salah harus mengalah. Walaupun terhadap anak kecil, jika berbuat kesalahan harus mengakuinya, dengan berkata benar dan jujur.

7. Bisa dadi pandam pengaubane sesama, dadi papan pitakonan apa bae. Suka wewarah becik aweh pepadang marang wong lagi kepetengan ati. Aweh bungah marang wong lagi ketaman susah. Aweh teken marang wong kang kalunyon, aweh boga marang wong kang lagi nandang luwe.

Artinya: Bisa menjadi rujukan, dan tempat bertanya tentang apa saja. Suka mengajarkan kebaikan, memberi penerang hati yang sedang kelam, menghibur orang yang susah, memberi tongkat bagi yang terpeleset, dan memberi makan kepada yang sedang kelaparan.


Di dalam Kitab Babad, Purwowijoyo menerangkan bahwa Warok berasal dari bahasa Jawa wirangi yang artinya orang yang sangat mengerti terhadap tingkah lau baik secara lahir maupun batin, sehingga ia selalu merasa malu bila melanggar kebenaran dan keadilan. Hidupnya hanya untuk sesama, masyarakat, dan negara. Semuanya dilandasi niat hanya untuk Allah. Warok berwatak lemah lembut terhadap sesama, tetapi kejam dan bengis kepada musuh “yen lemes kena kanggo tali, yen kaku kena kanggo pikulan”.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Warok dalam terminologi budaya Ponorogo tidak jauh berbeda dengan wara’ dalam literatur sufi. Jika Warok Ponorogo adalah seorang tokoh yang menempatkan dirinya pada posisi kebenaran dan keadilan, suka memberi pertolongan, memberi perlindungan, dan tumpuan bagi yang lemah, maka dalam tradisi Islam hal ini ada pada diri Salman, seorang sahabat Rasulullah Saw.

Salman adalah seorang sahabat Nabi yang terkenal dengan wara’-nya sehingga dia dianggap sebagai keluarga Nabi, ahli bait. Rasul berkata: Salman minna ahlulbayt. Ia meninggalkan keluarga dan tanah airnya di Ji, Ram Hurmuz, Persia, menjelajah berbagai negeri, sampai menjadi budak belian, hanya karena ia ingin mendekati manusia suci yang telah dijanjikan oleh kitab-kitab suci terdahulu.

Ketika diangkat menjadi gubernur pada zaman pemerintahan Umar, ia ditemukan orang memikul barang untuk orang lain. Ia tidak mau memakan tunjangan jabatannya. Bukan karena gaji itu haram, tetapi karena ia lebih memilih makanan dari hasil keringatnya sendiri. Ia merasa itulah hartanya yang paling bersih. Bila kini ada orang memilih hidup yang bersih, walaupun harus mengorbankan keuntungan, kekuasaan, popularitas, dan sebagainya, maka itulah seorang wara’, tetapi Warok Ponorogo walaupun mirip, ia adalah orang Ponorogo yang memiliki karakter menjaga harga dirinya secara ketat. Di Ponorogo tidak ada seorang Warok pun yang sudi menjadi bawahan Warok yang lain. Di antara mereka ada rasa saling menghormati dan saling menyegani, tetapi tidak mau menjadi bawahan.


2. Kehidupan Sosial Warok Ponorogo

Seorang tokoh Warok Kasni Gunopati mengatakan: “Pramilo sedoyo lelampahan ingkang sumedyo dipun lampahi puniko penujunipun mboten sanes inggih dateng kewilujengan lan kautaman”. (Semua amal perbuatan itu tujuannya adalah keselamatan dan keutamaan). Oleh karena itu, menurutnya seorang warok hanyalah orang yang perilakunya dalam bermasyarakat tidak meninggalkan sembilan jenis keutamaan (kawruh utama), yaitu: 1) ora duweni ati cidro (berhati bersih dan suci), 2) ora nganti kalebon tumindak kang nisto (jangan sampai terjerumus dalam kehinaan), 3) temen, resik, eling (jujur, tulus, dan teguh), 4) nyudo marang pepinginane panca driya (mengurangi keinginan panca indera), 5), eling, rila, sentosa (iman, ridha, dan sabar), 6) ora ngrengkuh kalawan ambeda-beda (tidak pandang bulu), 7) welas asih marang sapodo-podo, (berbelaskasih terhadap sesama), 8) lahire kang tumemen, batine kang bening, (jujur lahir batin), 9) mangeran gesang (hidup seperti Tuhan).

Dalam hidup bermasyarakat, Warok Ponorogo taat kepada aturan “keselarasan antara jawab dan patrap (ucapan dan tingkah laku). Bila berkata harus diusahakan yang benar-benar bermanfaat bagi yang mendengar, tidak menimbulkan keluh kesah dan sakit hati, juga dalam amal perbuatannya. Oleh karena kebiasaan Warok menjaga perasaan dan ketenteraman orang lain inilah oleh masyarakat Ponorogo ia ditempatkan pada kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, seorang yang selalu menjadi rujukan.

Kedudukan sosial yang tinggi memotivasi seorang Warok untuk tampil sebagai pemimpin dan memiliki anak buah yang disebut Warokan. Hal ini dapat dimengerti karena seperti masyarakat Ponorogo pada umumnya, seorang Warok memiliki sifat percaya diri, selalu menjunjung tinggi harga dirinya, selalu menjadi tuan atas dirinya sendiri, dan merasa menjadi jagoan yang tidak mudah diatur oleh orang lain. Biasanya tidak ada seorang Warok pun yang sudi menjadi bawahan Warok lain. Mereka saling segan dan menghormati. Dalam masalah pribadi, biasanya juga diselesaikan secara pribadi, satu lawan satu, sportif, dan kesatria, berhadapan langsung tanpa melibatkan orang lain.

Penyandang gelar Warok lazimnya adalah orang-orang yang mumpuni, tidak sembrono, dan lurus hati. Walaupun berwatak keras, tetapi tergolong orang yang baik hati, tidak suka membuat keonaran, tetapi sebaliknya menjadi payung pengaman bagi masyarakat, suka menolong, jujur, dan sukar diajak kompromi dalam berbuat jahat.

Para Warok, umunya memiliki daerah kekuasaan tertentu dan disegani oleh masyarakat setempat. Di antara mereka sulit untuk bersatu, bahkan cenderung untuk bersaing dan berebut pengaruh demi memantapkan posisinya. Agar upayanya tercapai, para Warok melengkapi diri dengan selalu mempertajam kekuatan ilmu kanuragan dan keutamaan batin hingga ke luar daerah.


3. Spiritualisme Warok Ponorogo

Seorang tokoh Warok mengatakan: “antara warok, reyog, dan konco reyog itu merupakan pasangan yang tidak terpisahkan”. Di mana ada grup kesenian reyog pasti di situ ada Warok. Peran Warok besar sekali di dalam membentuk mental spiritual konco reyog. Kesenian reyog Ponorogo memiliki nilai-nilai luhur yang perlu dipertahankan dan dikembangkan. Nilai-nilai luhur itu meliputi: nilai filosofis, nilai edukatif, dan nilai religius (sakral). Dari kandungan nilai-nilai religius inilah unsur-unsur yang menjurus kepada hal-hal yang menyimpang dari ajaran agama dihilangkan secara berangsur-angsur.

Warok Kasni Gunapati menuturkan: bahwa kata reyog mengandung penjabaran huruf r = rasa kidung, e = engwang sukma adiluhung, y = ywang agung kang pirsa, o = oleh kridaning gusti, dan g = gelar-gulung kersane kang kwasa”. Maksudnya, istilah reyog mengandung arti: segala puji bagi Tuhan yang Maha Agung, semua yang terjadi adalah karena kehendak-Nya”.

Dalam kehidupan ber-ngelmu juga dalam kehidupan sehari-hari Warok Ponorogo, sering dipakai nama panggilan Gusti bagi Tuhan. Sebutan Gusti itu bukan nama pribadi, tetapi nama sebutan bagi seorang yang tinggi kedudukannya atau berkuasa. Memang dalam perbendaharaan bahasa Jawa tidak ditemukan nama pribadi bagi Kang Murba ing Dumadi, tetapi di kalangan Warok Ponorogo sering digunakan nama sebutan Gusti atau Pangeran, dan nama keterangan kang murba ing dumadi, sing gawe urip, dan lain-lain.

Keyakinan terhadap Tuhan yang sering diistilahkan dengan sebutan Gusti Ingkang Maha Kuwaos inilah yang senantiasa tertanam pada diri Warok dan konco reyog secara menyeluruh. Oleh karenanya dalam kesenian reyog setiap aktivitas yang akan dilakukan, termasuk mantra-mantra yang dibaca sebagai doa selalu disandarkan kepada Tuhan dengan bacaan “basmalah”.

Dalam kitab Jawi PAMU (Purwa Aju Mardi Utama) karya seorang tokoh kejawen R. M. Djojopoernomo dinyatakan bahwa: “ana dene lelakon kang tanpa tjatjat iku kudu netepi marang agama Islam” (Hidup yang tanpa cacat harus memeluk agama Islam). Walaupun konsep ketuhanan dalam ajaran kejawen ini tidak dijelaskan bahwa ingkang maha kuwaos itu adalah Allah Swt, akan tetapi bagi para Warok yang beragama Islam (mayoritas Warok beragama Islam), semakin bisa menerima dan menanamkan nilai-nilai aqidah tersebut ke dalam hati sanubarinya. Dengan nilai-nilai aqidah yang tertanam dengan baik ini secara berangsur-angsur mampu menghilangkan hal-hal yang berbau syirik dalam kehidupan spiritualnya.

Nilai religius yang dikembangkan oleh Warok dalam hal ini adalah:

Gumelaring manungsa iki kabeh pada duwe penggayuh lan pangudi marang agama kelawan ngelmu, mungguh perlune iku mung rong prakara, jaiku; kanggo ngrenggo djiwa lawan rumeksa djiwa. Perlune pangrenggo kangge panolaking barang kang saru, perlune pangreksa kanggo netepake marang rahaju”.

Artinya:

Terciptanya semua manusia memiliki cita-cita dan kehendak terhadap agama dan ngelmu, gunanya untuk dua hal yaitu: untuk menghiasi jiwa dan memelihara jiwa, fungsi penghias untuk menghindar dari hal-hal yang buruk, dan fungsi pemelihara jiwa untuk memperoleh kebaikan.

Ngelmu dalam hal ini dibedakan dari kawruh (ilmu pengetahuan) nglemu merupakan suatu cara untuk mendalami ketuhanan, yaitu mendalami ketuhanan dengan suatu cara yang lain yaitu tanpa guru dan tanpa buku, tetapi dengan Tuhan. Sedangkan ilmu pengetahuan (kawruh) adalah pengumpulan pengertian tentang suatu soal yang didapat, karena tahu. Tahu berarti mencerap perangsang indera, berkesan dan mengerti kesan itu.

Seorang Warokan, mengatakan:

Manungsa iku makhluk lair lan batin, yo katon yo ora katon. Mula kuwi bisa sesaba marang sepada-pada kang katon uga kang ora katon. Manungsa bisa manunggal tekat, manunggal gawe, lan liya-liyane kalawan sepada-pada kanti migunaake kawruh lahir, manungsa uga bisa menunggal karsa kalawan kang Maha Kuwasa kanti ngeraga sukma.

Artinya:

Manusia adalah makhluk yang terdiri dari dua unsur, jasmani dan rohani. Unsur jasmani dapat dilihat, sedangkan unsur rohani tidak. Oleh karena itu di samping bisa beradaptasi dengan sesamanya ia juga bisa menyadap keberadaan Tuhan dan menyamakan kemauan dengan Tuhan melalui raga sukma.

Dalam kehidupan sehari-hari Warok Ponorogo selalu mengolah batinnya agar bisa sejiwa atau sesuai dengan prinsip hidup yang diterima dalam hati. Sebagai seorang petani, Warok Ponorogo mengenal filsafat “pak tani mengolah dan menggarap sawah”. Mengolah tanah mengandung pengertian: menyediakan alat-alatnya untuk menggarap tanah, membajak, menggaru, mencangkul, dan memupuk. Sedangkan menggarap adalah aktivitas yang dilakukan setelah proses pengolahan.

Bajak (luku Jawa) sebagai alat untuk menggarap tanah dapat diasosiasikan dengan kehidupan spiritual. Nama-nama bagian dari bajak itu dalam bahasa Jawa adalah:

Cekelan (pegangan), cekelan atau pegangan di dalam kehidupan spiritual yang tertentu memudahkan untuk mencapai tujuan. Dalam rangka mengetahui larangan dan kewajiban manusia terhadap Gusti seyogyanya manusia mencari pegangan.

Tanding, (membanding, memikirkan, menimbang). Semua pengertian rohani yang diperoleh dari pegangan jangan sampai diterima apa adanya, tanpa memikirkan dan membandingkan dengan yang lain, agar dapat menempatkan sebagaimana mestinya.

Singkal, (sing tinemu ing akal). Dengan cara yang dapat diterima akal budi manusia. Hanyalah pengertian yang wajar yang dapat mendamaikan hati dan diterima logika akal dan logika hati.

Kajen, (menyang kasawijen). Kedalaman manunggaling kawula gusti. Satu-satunya tujuan rohani adalah persatuan rasa dan persatuan karsa. Kepada tujuan ini semua pemikiran dan gagasan rohani harus terarah.

Tuntunan (pimpinan). Semua pangikut ngelmu harus patuh terhadap tuntunan daya gaib Gusti. Guru nglemu hanya berkewajiban mempersiapkan untuk hidup berngelmu.

Pasangan (dua tempat kerja yang berpasangan). Kedua daya kerja yang membawa manusia maju dalam hidup rohani adalah: Daya gaib Gusti dan daya kodrat manusia, yaitu niat dan patrap (perbuatan). Untuk kelancaran hidup berngelmu manusia harus sesuai antara niat dan patrap.

Sawet (sawetah). Sawet ada dua, demikian pula sawetah; sawetah yang bersifat tan-ana dan sawetah yang bersifat mawana.

Racuk (ngeraho pucuk). Tujulah yang paling atas. Satu-satunya tujuan yang paling sempurna dalam hidup berngelmu ialah kebebasan kekal.

Bajak sawah digunakan oleh petani untuk menggarap sawah ladangnya, membalik tanah agar tanah subur yang berada di bawah bisa menimbuni tanah gersang di bagian atas. Di atas tanah yang subur tentu tanaman akan tumbuh subur dan baik buahnya.

Jika dikaitkan dengan kehidupan spiritual Warok Ponorogo, mengolah tanah adalah simbul dari olah batin. Sedangkan menggarap tanah adalah simbul dari hidup ber-ngelmu. Ngelmu adalah pengetrapan lelaku. Lelaku adalah jalan hidup yang bertitik tolak dari niat dan tekat manusia dan bertujuan cita pengharapan ngelmu. Begitulah yang diharapkan dalam kehidupan spiritual. Ngelmu dapat tumbuh dan berkembang pada batin manusia yang telah dibersihkan dari hal-hal yang tidak diterimanya. Dari batin yang bersih akan melahirkan manusia suci yang bermanfaat bagi sesamanya.

Manusia suci dalam Islam disebut manusia takwa (QS. 10: 62 – 64). Manusia takwa adalah wali-wali Allah yang “semula mati kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia” أومن كان ميتا فأحييناه وجعلنا له نورا يمشي به في الناس (QS. 6: 122).

Untuk memperoleh cahaya yang terang diperlukan upaya sebagaimana diperlukan sekolah untuk mendidik manusia-manusia intelektual, maka diperlukan pula madrasah ruhaniyah untuk menghasilkan manusia-manusia takwa. Madrasah ruhaniyah ini dalam Islam adalah puasa.

Di kalangan Warok Ponorogo berlaku amalan-amalan untuk mempertebal kekuatan spiritualnya. Salah satunya adalah puasa. Melakukan puasa bagi mareka ada bermacam-macam cara tergantung tujuan yang hendak dicapainya. Secara keseluruhan amalan puasa Warok Ponorogo mengikuti aturan syariat Islam, tetapi terdapat aturan tambahan yang berasal dari tradisi lain, sebagai berikut:

Puasa ngrowot, yaitu berpuasa dengan berpantang nasi, makanan yang mengandung gula, rasa pedas, dan rasa asin.

Puasa ngidang, yaitu hanya makan sayur-sayuran saja dengan tangan diikat di bambu kuning, bila makan harus dengan menggunakan mulutnya seperti kijang, tidak boleh dengan tangan atau kaki.

Puasa mendem, yaitu tinggal di dalam lubang tanah, tidak boleh terkena sinar matahari atau cahaya apapun, gelap seperti dalam liang kubur.

Puasa patigeni, yaitu harus bertapa di dalam bilik, dilarang melihat api, tetapi boleh minum air putih. Puasa ini berlangsung sehari semalam sejak pertengahan malam hingga paroh malam berikutnya.

Puasa mutih, yaitu hanya boleh makan nasi putih, tanpa lauk-pauk, minum hanya dengan air putih, dan dilakukan sama dengan puasa mati geni.

Puasa ngalong, yaitu hanya diperbolehkan makan buah-buahan, bila malam dilarang tidur, mata tidak boleh terpejam walau sekejap, harus melotot seperti kelelawar.

Puasa ngasep, yaitu hanya boleh minum air putih murni dingin tanpa dicampuri apapun dan makan makanan yang telah dingin.

Puasa ngepel, yaitu boleh makan nasi dengan cara dikepal, digenggam sebanyak bilangan angka ganjil.

Puasa ngebleng, yaitu tidak boleh makan minum jenis apapun, tidak boleh tidur semalam suntuk, kecuali menjelang terbit matahari, tidak boleh keluar dari bilik meskipun untuk keperluan buang air besar dan kecil.


Kesimpulan

Warok adalah simbol penghargaan sosial yang tinggi di Ponorogo. Siapapun yang menyandang gelar Warok di pundaknya dipikul tanggung jawab kemanusiaan dan kemasyarakatan.

Pada kehidupan spiritual Warok Ponorogo telah terjadi akulturasi ajaran tasawuf Islam dan tradisi Jawa tradisional, sehingga disebut Islam kejawen. Hal ini nampak pada kebiasaan warok dalam menyebut nama Tuhan menggunakan nama Gusti, Gusti Allah Ingkang Maha Kuwaos, Tuhan yang Maha Esa dan Pangeran, Pageran Ingkang Maha Agung, Tuhan yang Maha Agung. Beberapa amalan seperti puasa, juga dilakukan dengan memadukan antara ajaran Islam dengan ajaran Jawa tradisional, sehingga ada istilah puasa ngrowot, ngidang, patigeni, mutih, ngasep, dan lain-lain.

Walaupun di dalam spiritualisme Warok Ponorogo terdapat keunikan dalam amaliahnya, tetapi hal ini dilakukan untuk mempertebal kekuatan spiritualnya. Mereka memahami Islam dalam keterkaitan dengan kepercayaan dan tradisi setempat, memeluk Islam tanpa melepaskan kepercayaan dan tradisi lama. Ini adalah salah satu praktik keberagamaan yang menurut Kang Jalal disebut sebagai tanpa melakukan proses “depribumisasi” masyarakat muslim.



Daftar Pustaka

Hartono, Reyo Ponorogo (Untuk Perguruan Tinggi), Ponorogo, Proyek Penulisan dan Penerbitan Buku/Majalah Pengetahuan Umum dan Profesi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1980.

Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta, UII Press, 1986.

Payamani, Ma’ruf al-, Islam dan Kebatinan, Solo, CV. Ramadani, 1992.

Poernomo, Moh. Sejarah Pondok Pesantren Tegalsari Jetis Ponorogo, Ponorogo, Keluarga Dalem Tegalsari, t.th.

Profil Propinsi Republik Indonesia Jawa Timur, Jakarta, Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara, 1992.

Purwowijoyo, Babad Ponorogo, Ponorogo, Kantor Depdikbud Ponorogo, Jilid I – X, t.th.

Simuh, Tasawuf dan Kebatinan di Indonesia, dalam “Orientasi Pengembangan Ilmu Agama Islam (Ilmu Tasawuf). Jakarta, Proyek Pembinaan dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI., 1986.

____, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1997.

Soeharini, Sri, Babad Jawi Kartasura, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1987.
Selengkapnya...

Wawasan Kita Tentang Wali-wali Alloh / DPRDu

Bagi kaum muslimin yang ingin sekedar menambah wawasan kita didalam mengenal para Waliyyun min AuliaILLah, bisa dibaca disini. Ingin diskusi..., silahkan...

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang- orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa." (QS. Yunus : 62-63).

Ayat di atas mengandung pengertian bahwa wali Allah (waliyullah) ialah orang yang beriman dan bertakwa. (lihat Tafsir Ibnu Katsir juz 2 hal 422). (Wali-wali Allah) ialah orang yang beriman kepada hal yang gaib, mendirikan salat, menafkahkan sebagian rezeki yang telah Allah anugerahkan kepadanya. Mereka juga beriman kepada yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW (Al-Qur'an) dan yang diturunkan kepada nabi- nabi sebelum Nabi Muhammad SAW, serta mereka meyakini adanya hari akhir. Mereka (wali-wali Allah) itu adalah golongan yang mengikuti Nabi Muhammad SAW (lihat Tafsir Tanwiirul Miqbas, hal 4).

Terhadap mereka (wali-wali Allah) terkadang tampak karamah ketika sedang dibutuhkan. Seperti karamah Maryam ketika ia mendapatkan rezeki berupa makanan di rumahnya (QS.3 : 35) (lihat Firqah an Naajiyah Bab 31).

Maka wilayah (kewalian) memang ada. Tetapi ia tidak terjadi kecuali pada hamba yang mukmin, taat dan mengesakan Allah. Adapun karamah tidak menjadi syarat untuk seseorang disebut sebagai wali Allah, sebab syarat demikian tidak diberitakan dalam Al Qur'an.

Tingkat kewalian yang terdapat dalam diri seseorang mukin sesuai dengan tingkat keimanannya. Para wali Allah yang paling tinggi tingkat kewaliannya adalah para nabi, dan diantara para nabi yang paling tinggi tingkat kewaliannya adalah para rasul, dan diantara para rasul yang paling tinggi tingkat kewaliaanya adalah rasul ulul azmi, dan diantara rasul ulul azmi yang paling tinggi tingkat kewaliannya adalah Rasulullah Muhammad SAW. Maka barangsiapa yang mengaku mencintai Allah dan dekat dengan-Nya (mengaku sebagai wali Allah), tetapi ia tidak mengikuti sunah Rasulullah Muhammad SAW, maka sebenarnya ia bukanlah wali Allah tetapi musuh Allah dan wali setan (lihat Al Furqan, hal 6) .

Apa yang tampak pada sebagian ahli bid'ah seperti memukul-mukulkan besi ke perut, memakan api dan sebagainya dengan tidak menimbulakn cedera apapun, maka itu adalah dari perbuatan setan. Hal yang demikian bukanlah karamah tetapi istidraaj agar mereka semakin jauh tenggelam dalam kesesatan (lihat Firqah an Najitaah Bab 31).

Mengenai hal tersebut, Asy Syeikh Hasyim Al Asy'ari r.a. (tokoh pendiri Nahdlatul Ulama, NU) berkata : "Barangsiapa yang mengaku sebagai wali Allah tanpa mengikuti sunah, maka pengakuannya adalah kebohongan." (Ad Durar Al Muntasirah, hal 4)

Apa yang dikatakan oleh Asy Syeikh Hasyim Al Asy'ari di atas diperkuat dengan perkataan Imam Asy Syafi'I r.a. : "Jika kalian melihat seseorang yang mampu berjalan di atas air dan terbang di angkasa, maka janganlah kalian tertipu olehnya, sehingga kalian serahkan urusannya kepada Al Qur'an (dan As Sunah)*."(lihat Syarah Al Aqidah Ath Thahawiyah hal 573) *Maksudnya jika tingkah laku sehari- hari orang tersebut sesuai dengan dengan Al Qur'an dan As Sunah, maka ia adalah seorang wali Allah, tetapi jika tidak sesuai, maka ia adalah seorang wali setan. pen.

Menurut persepsi kebanyak orang, wali adalah orang yang mengetahui ilmu gaib. Padahal ilmu gaib sesuatu yang hanya Allah sendiri yang mengetahuinya. Memang terkadang hal itu ditampakan pada sebagian Rasul-Nya, jika Dia menghendakinya (QS Al Jin : 26-27).

Sebagian orang lagi menyangka bahwa setiap kuburan yang dibangun di atasnya kubah adalah wali. Padahal bisa jadi kuburan tersebut di dalamnya adalah orang fasik, atau bahkan mungkin tad ada manusia yang dikubur di dalamnya.

Seorang wali bukanlah yang dikuburkan di dalam masjid atau yang dibangun di atasnya suatu bangunan atau kubah. Hal itu justru melanggar syari'at Islam, bahkan Rasulullah SAW melarang mengkapur kuburan atau dibangun sesuatu di atasnya (HR. Muslim) (lihat Firqah an Naajiyah Bab 31)

Kesimpulan :
Semua orang yang beriman adalah wali Allah, dan di dalam diri setiap orang yang beriman terdapat tingkat kewalian sesuai dengan tingkat keimanannya. (lihat Mujmal Ushul Ahlissunnah wal Jamaah fi Al Aqidah, pasal 2).

Posting Milis (MediaKita)Manajemen Qolbu No 45
Selengkapnya...

29 Oktober 2008

Kapten Marinir AS Masuk Islam di Surabaya


Surabaya - Tidak mudah bagi Kapten Wray, anggota Marinir AS (USMC/United States Marine Corps), untuk mengucapkan kalimat syahadat. Dalam berikrar untuk menjadi muslim itu, Wray harus mengulang tiga kali. Setelah itu, dia berurai air mata.

Wray sangat tidak biasa untuk mengucapkan kalimat berbahasa Arab. Karena itu, Jumat (28/3/2008) lalu, dalam proses membaca syahadat itu, Wray yang mengenakan baju doreng Marinir AS, terlihat cukup pucat. Wajahnya terlihat tegang.

Dengan bimbingan perwira Marinir bagian rohani Islam Kolatmar, Mayor Saichu, Wray akhirnya sukses membacakan dua kalimat syahadat. Sebelum membaca syahadat, Wray meminta makna kalimat syahadat itu diterjemahkan ke bahasa Indonesia lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

“Saat itu dia mengulang tiga kali. Saat itu dia mengenakan pakaian baju dorengnya tanpa memakai songkok,” kata kata Lettu (Mar) Mardiono, Humas Korps Marinir, kepada detiksurabaya.com.

Usai bersyahadat, Wray langsung menitikkan air mata sambil berkata bahwa saat ini dia sudah menemukan seorang guru yang selama ini dia cari. “This is my teacher, he is Muhammad, and my God is Allah,” ujar Mardiono menirukan
perkataan Wray.

Keinginan Wray untuk menjadi mualaf cukup mendadak. Karena mendadak inilah, jamaah salat di Masjid Kolatmar Gunungsari Surabaya sempat dibuat kalang kabut seusai salat Jumat.

“Bagaimana tidak bingung, Wray bilang mau masuk Islam setelah para jamaah salat Jumat sudah banyak yang pulang, sehingga kalau dilaksanakan harus ada saksi. Jadi saya langsung panggil kembali anggota Marinir untuk kembali ke dalam masjid,” imbuh dia.

Akhirnya, sejumlah prajurit Marinir menyaksikan Wray masuk Islam. Mereka tampak terharu dengan keputusan Wray. Setelah mendapat ucapan selamat, Wray berfoto bersama dengan para prajurit Marinir AS.



Selengkapnya...

18 Oktober 2008

Kepala Reog

Selengkapnya...

Arsip Blog